Kamis, 11 Juli 2013

KPA: Rantai Birokrasi BPN yang Panjang Perlu Segera Diubah, Karena Bisa Suburkan Mafia Tanah

SUARAAGRARIA.com, Jakarta:Waktu pengurusan sertipikat tanah yang beragam di setiap Kantah (Kantor Pertanahan) merupakan salah satu contoh hasil rantai birokrasi Badan Pertanahan Nasional (BPN RI) yang panjang. Harus diubah, karena bisa menyuburkan praktik percaloan dan mafia tanah.




"Paradigma birokrat (BPN, red) harus dirubah. Ini harus dilakukan karena tuntutan zaman," tegas Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) di Jakarta (12/5).




Menurut Iwan, lambannya penanganan perkara pertanahan di BPN RI merupakan akibat dimana mayoritas birokrat masih memiliki cara pandang usang dalam menyelesaikan sebuah masalah.




"Rantai birokrasi panjang dan njelimet makin memerparah keadaan. Kondisi ini menumbuhkembangkan calo dan mafia tanah. Akselarasi BPN dalam melaksanakan Reformasi Birokrasi harus lebih kencang lagi," tutur Iwan.




Kepemimpinan Hendarman Supandji, lanjut Iwan, sedang mendapatkan ujian berat. Apalagi ia sudah menggulirkan tujuh tertib yang dicanangkan untuk membenahi BPN. Salah satunya adalah tertib moral dengan dibuatnya sebuah reward and punishment bagi pegawai BPN. Salah satu tolak ukur pemberian reward and punishment adanya kepuasan masyarakat dalam pelayanan BPN.




"Di sini dia (Hendarman, red) diuji. Apakah berhasil atau tidak," ujarnya. Secara terang-terangan Iwan bahkan menilai kinerja BPN RI seperti mobil mogok saja.




Upaya BPN dalam meningkatkan kinerja tidak berjalan lurus dengan program yang ada, semisal program jemput bola mobil Larasita, yang tujuannya memberikan pelayanan pembuatan sertipikat tanah hingga ke pelosok desa.




Lanjut Iwan, tidak hanya masalah waktu pengurusan saja, upaya percepatan pengukuran tanah di setiap sangat kantor BPN ternyata juga berbeda-beda.




Hal ini disebabkan tidak semua kantor BPN dilengkapi Cors, sebuah alat pengukuran tanah yang menggunakan metode pengukuran digital.




"Padahal, BPN berulangkali berjanji fokus dalam merealisasikan percepatan pelayanan administrasi pertanahan bagi masyarakat," tutur Iwan lagi.




Banyak masyarakat jadinya belum secara langsung datang ke kantor BPN. Mereka pun lebih memilih mempercayakan penyelesaiannya urusan tanahnya kepada orang lain. "Dikhawatirkan akan dimanfaatkan calo dan mafia tanah," terangnya.




"Hal ini juga menunjukkan kalau program Larasita juga belum bekerja maksimal," kata Iwan.

Rabu, 12 Juni 2013

SUARAAGRARIA.com: Kapolri Singgung Konflik Agraria Pada Pelantikan 11 Kapolda Baru

SUARAAGRARIA.com, Jakarta:Kapolri Jenderal Timur Pradopo melakukan pelantikan terhadap 11 Kapolda baru. Dalam pelantikan ia berpesan salah satunya agar memperhatikan masalah perkebunan dan pertanahan.


Menurutnya, konflik-konflik sosial terkait perkebunan dan pertanahan harus diselesaikan. Penyelesaiannya perlu dikoordinasikan dengan instansi terkait. Sehingga tidak terus menjadi masalah pelanggaran hukum. Baca Juga: Sengketa Lahan Alam Sutera: FPI Demo Polda Metro Jaya, Inilah Daftar Calon Kapolri Baru, Kompolnas Akan Tatap Muka Dengan Mereka, AMAN: Jelang Pemilu, Konflik Agraria di Wilayah Adat Diprediksi Tinggi , Penangkapan Aktivis & Kriminalisasi Petani "Tutupi" Masalah Utama Konflik Agraria Cinta Manis , Henry Saragih Sesalkan Kekerasan Oknum Polisi Dalam Penanganan Konflik Agraria, Aktivis LSM & Akademisi Temui Wakapolri Bahas Cara Penanganan Konflik Agraria, Hendarman Supandji: Kasus Tanah Dapat Jadi Penghambat Program Pembangunan


Baca Selengkapnya: http://suaraagraria.com/detail-1065-kapolri-singgung-konflik-agraria-pada-pelantikan-11-kapolda-baru.html




Technorati : , ,

Del.icio.us : , ,

Zooomr : , ,

Flickr : , ,

SUARAAGRARIA.com - IGJ Khawatirkan RUU Perdagangan Yang Liberal Berdampak Buruk Bagi Petani & Nelayan

SUARAAGRARIA.com, Jakarta: Indonesia harus belajar banyak dari kerja sama ASEAN-China FTA (ACFTA) dimana membuka pintu impor lebar-lebar. Di sektor pangan, impor pangan ternyata dampaknya buruk bagi petani dan nelayan kecil.


"Di sektor pangan, serangan impor pangan kita sejak tahun 2010 hingga 2012 menunjukkan peningkatan drastis, yaitu, dari US$11,7 miliar hingga US$17,2 miliar. Ini berdampak buruk bagi petani dan nelayan kecil," terang Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ), Riza Damanik, Selasa (11/6).


Baca Selanjutnya: http://suaraagraria.com/detail-1062-igj-khawatirkan-ruu-perdagangan-yang-liberal-berdampak-buruk-bagi-petani--nelayan.html




Technorati : , , ,

Del.icio.us : , , ,

Zooomr : , , ,

Flickr : , , ,

Minggu, 05 Mei 2013

Sebagai Negara Bangsa Merdeka Berdasarkan Pancasila, Rakyatlah Pemilik Tanah, Bukan Negara - Bag 2

SUARAAGRARIAcom, Jakarta: Sebagai seorang mantan birokrat yang puluhan tahun telah malang melintang di Badan Pertanahan Nasional (BPN RI), Ir. Bambang Sulistyo widjanarko, MSP. mengaku sangat resah dengan permasalahan agraria negara kita yang menurutnya semakin jauh saja dari cita-cita UUD' 45.


Sabtu, 04 Mei 2013

Sebagai Negara Bangsa Merdeka Berdasarkan Pancasila, Rakyatlah Pemilik Tanah, Bukan Negara - Bag 1

SUARAAGRARIAcom, Jakarta: Sebagai seorang mantan birokrat yang puluhan tahun telah malang melintang di Badan Pertanahan Nasional (BPN RI), Ir. Bambang Sulistyo widjanarko, MSP. mengaku sangat resah dengan permasalahan agraria negara kita yang menurutnya semakin jauh saja dari cita-cita UUD' 45.


Kamis, 17 Januari 2013

Kekerasan Ogan Ilir: Lagi, korban Tewas Akibat Konflik Agraria

SUARAAGRARIA.com, Sumsel - Sungguh miris mendengar kasus tewas yang kerap terjadi akibat konflik pertanahan. Di kabupaten Ogan Ilir Sumatera Selatan diduga dilakukan oknum anggota Brimob Polda Sumsel. Korban diidentifikasi bernama Angga bin Darmawan, 12 tahun.

Ketua Umum Serikat Petani Indonesia Henry Saragih mengecam aksi Brimob Polda Sumatra Selatan yang menyisir perkambungan warga di Desa Limbang Jaya, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatra Selatan pada Jumat (27/7) sore. Aksi itu menyebabkan korban yang masih anak-anak tewas mengenaskan.

Tidak hanya Angga saja, beberapa warga juga mengalami luka tembak. Mereka adalah Jessica, 16, Dud binti Juning, 30, Rusnam bin Alimin, dan seorang lagi yang belum diketahui namanya.

Penyisiran yang dilakukan Brimob diduga terkait konflik agraria antara petani Ogan Ilir dengan PTPN VII.  Dengan dalih mengamankan aset PTPN VII, pihak Brimob menyisir setiap desa untuk mencari petani yang mereka duga berpotensi menggerakkan massa.

Setiap konflik agraria tetap disertai pelanggaran HAM, terutama terhadap kaum tani. Petani selalu ditempatkan sebagai pihak yang salah dan kalah. Sebaliknya, aparatur negara  justru berada di posisi yang berlawanan dengan rakyat. Mereka menjadi pelindung dan penjaga para pemilik modal. Pemerintah juga tidak melakukan upaya secara adil dan beradab dalam menyelesaikan konflik yang melibatkan petani tersebut, demikian keterangan pers SPI

Tindakan kekerasan dan penembakan oleh aparat brimob jelas merupakan tindakan yang brutal dan melanggar hak masyarakat yang dijamin dalam Konstitusi Republik Indonesia UUD 1945 Bab XA.  Polri seharusnya bersikap mandiri dan tidak memihak kepada golongan pemodal, sesuai dengan visi dan misi Polri.

Lucunya, peristiwa berdarah ini terjadi hanya berselang dua hari setelah Presiden SBY memberikan pengarahan pembentukan tim penyelesaian sengketa agraria.

Sebelumnya, di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (25/7), Presiden SBY berkomitmen untuk membentuk tim terpadu dalam mencari penyelesaian masalah sengketa agraria (pertanahan), yang adil agar tidak meledak sebagai bom waktu di masa mendatang

sumber/
source:

suaraagraria.com